Baru-baru ini, Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) mengambil langkah hukum dengan melaporkan mantan anggota DPR RI, Ribka Tjiptaning, ke Bareskrim Polri. Dalam laporan tersebut, Ribka diduga terlibat dalam penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian terkait pernyataan kontroversial tentang gelar pahlawan nasional untuk Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia.
Dari keterangan Koordinator ARAH, Muhammad Iqbal, laporan ini merupakan reaksi terhadap pernyataan Ribka yang menyebut Soeharto sebagai pembunuh. Pernyataan ini memicu kemarahan sejumlah pihak, terutama yang menganggap pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah bagian dari sejarah yang perlu dihormati.
Selain itu, Iqbal menekankan pentingnya keakuratan informasi yang disampaikan oleh tokoh publik. Sebab, pernyataan yang tidak berdasar dapat merusak reputasi dan menciptakan kegaduhan di kalangan masyarakat.
Pentingnya Klarifikasi dalam Pernyataan Publik
Pernyataan Ribka Tjiptaning yang menyebut Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat” menjadi sorotan utama dalam laporan ini. Iqbal mempertanyakan dasar hukum dari pernyataan tersebut, karena hingga kini tidak ada putusan pengadilan yang mendukung klaim yang menyudutkan mantan presiden itu.
Di sisi lain, informasi yang keliru dari tokoh publik bisa berpotensi menyesatkan masyarakat. Oleh karena itu, Iqbal menilai bahwa penting adanya klarifikasi dan verifikasi faktual sebelum penyampaian pernyataan publik yang sensitif.
ARAH pun menemukan video pernyataan Ribka pada media mainstream dan platform sosial media seperti TikTok. Penggunaan platform sosial media yang luas memungkinkan informasi menyebar cepat, sehingga klarifikasi menjadi semakin mendesak untuk menghindari distorsi informasi.
Dampak Ujaran Kebencian Terhadap Masyarakat
Ujaran kebencian yang disampaikan di ruang publik bukan hanya memiliki dampak pada individu yang ditargetkan, tetapi juga bisa menggerakkan emosi dan reaksi massa. Ribka Tjiptaning selaku tokoh politik harus memahami bahwa setiap kata yang diucapkannya bisa memengaruhi banyak orang.
Lebih jauh, sebuah pengakuan atau penilaian yang salah dapat merusak hubungan antar kelompok dalam masyarakat. Ketika tokoh-tokoh publik membuat pernyataan tanpa dasar yang kuat, maka yang terjadi adalah ketidakpastian dan kebingungan di kalangan publik.
ARAH menyampaikan keprihatinan mereka terkait potensi penyesatan yang dapat terjadi akibat pernyataan Ribka. Dalam konteks ini, kebenaran dan kejelasan informasi menjadi kunci untuk meredakan ketegangan yang ada di masyarakat.
Menegakkan Hukum dalam Kasus Penyebaran Berita Bohong
Dalam kasus ini, Iqbal menegaskan perlunya penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran Undang-Undang ITE. Mekanisme hukum harus berlaku untuk memastikan bahwa kebohongan dan ujaran kebencian tidak dibiarkan berkembang di masyarakat.
Pihaknya berharap bahwa laporan tersebut mendapat perhatian serius dari Direktorat Siber Bareskrim Polri sebagai langkah meningkatkan akuntabilitas publik. Setiap individu, khususnya yang berstatus sebagai tokoh publik, harus bertanggung jawab atas informasi yang mereka sampaikan.
Dengan menindaklanjuti laporan ini, diharapkan menjadi sinyal bahwa penyebaran berita bohong akan ada konsekuensinya, sehingga masyarakat bisa lebih berhati-hati dalam menyerap informasi. Tindakan tegas terhadap pelanggaran juga akan memberi efek jera bagi yang lain.
